Langsung ke konten utama

Part II (Misteri Pengintip Mesum)

“Saya tiba saat mendengar teriakan ceu Esih”. Ujar mang Carta.

Warga berbisik riuh setelah mendengar penjelasan dari mang Carta, Duloh sendiri tangannya sibuk beradu dengan makanan yang disediakan tuan rumah.

“Terus, mang Carta melihat payudara janda itu dong”. Duloh menimpali

“Ergghhhh.. itu hmm kebetulan saya terlambat persekian detik”. Balas mang Carta

Disambut tawa para warga mendengar jawaban dari mang Carta.

“Jangan-jangan kau Carta yang ngintipnya”. Ujar mang Oyan

“Enak saja, saya tak perlu mengintipnya. Saya akan mendatanginya langsung ke rumahnya”. Ucap mang Carta Geram mendengar pertanyaan dari mang Oyan

“Dia tak lebih dari Janda yang kesepian”. Lanjut mang Carta

“Tapi Ceu Esih sebagai janda juga pilih-pilih kalau memilih lelaki, tidak akan memilih lelaki peot dan susah ngaceng sepertimu”. Ujar mang Oyan kembali menimpali sehingga semakin ramai lah tawa para warga dan semakin merah padamlah wajang mang Carta.

“Sudah-sudah, kita di sini bukan untuk mengolok-ngolok si Carta, kita harus segera mengatasi kerisauan para warga yang lain, terutama yang punya istri dan anak perempuan yang sudah dewasa”. Ki Caswin segera menengahi keributan itu.

“Hmm sebaiknya kita bicarakan kepada ki Lurah ki Caswin?”. RT. Kurdi  memulai mendiskusikan


Musyawarah di rumah Tetua Kampung ki Caswin berakhir setelah hujan mulai reda dan hanya gerimis kecil yang sedikit enggan. Para warga satu persatu meninggalkan rumah ki Caswin dengan membawa harapan dan tentunya ingin segera menangkap si Pengintip ini. Apalagi menurut ki Caswin sendiri ada dua kemungkinan. Satu orang gila yang hobi ngintip mandi atau orang yang sedang menjalankan Ritual sesat. 

===================

Malam Kedua setelah musyawarah di Rumah ki Caswin

Kampung Sari Tanjung di malam hari tidak banyak aktivitas warga, beberapa orang tua setelah shalat isya di mushola mereka bergegas kembali ke rumah, memilih berkumpul dengan keluarganya. Apalagi cuaca di bulan November terkadang mulai tidak menentu. pagi hari mendung, siang hujan dan sore matahari begitu cerah tetiba dimalam hari sudah terdengar suara petir menandakan bakal turun hujan. 

Dirumah lurah Sarno setelah isya kedatangan tamu, yaitu ki Caswin dan RT. Kurdi, Rumah Lurah Sarno sendiri, sedikit jauh atau beberapa puluh meter dari pusat kampung, Rumah yang baru saja berdiri setelah Lurah Sarno menjabat dua periode dan memilih membeli tanah yang sedikit jauh dari pemukiman warga. Sisi kiri dari rumah Lurah Sarno masih perkebunan miliknya lebih tepatnya perkebunan rambutan, sisi kanannya pun tak lebih sama, kebun yang bermacam yang juga masih miliknya lurah Sarno turun temurun dari Bapaknya. Lurus kedepan ada jalan yang mengubungkan kampung Sari Tanjung dengan kampung tetangga kampung Sari Mekar. 

Menurut cerita warga yang beredar. Lurah Sarno membangun rumah jauh dari pemukiman karena masa jabatannya hampir habis jadi beliau memilih menyepi dan menikmati sisa-sisa pensiunnya suatu saat nanti di tanah perkebunan yang akhirnya dibangun rumahnya tersebut. Maklum kedua anak  lelaki Lurah Sarno sudah berkeluarga dan semuanya lebih memilih hidup di Kota.

Hanya Bu Kokom istri Lurah Sarno,  Mang Atam si tukang kebun dan istrinya Ceu Iroh yang membantu pekerjaan rumah. Mang Atam dan istrinya sendiri tidak mempunyai anak. mereka telah tinggal bersama Lurah Sarno semenjak Ayahnya Ceu Iroh masih jadi tukang kebun Ayahnya Lurah Sarno. 

Mang Atam sendiri dulu adalah pemuda perantauan yang kebeteluan bertemu dengan Ceu Iroh saat mereka bekerja sebagai buruh pabrik sabun cuci. Cinta menjodohkan mereka. begitu mereka selalu mengucapkan. Iyak tidak lama Mang Atam yang dari Jawa tersebut tidak menunggu lama untuk mempersunting Ceu Iroh, tapi setelah perkawinan mereka berjalan sekitar dua tahun. Pabrik yang menghidupi mereka bangkut secara perlahan-lahan dan mereka terkena PHK massal. 

Mang Atam sendiri tadinya ingin kembali ke kampung halaman, di Jawa sana, membangun usaha atau mungkin bertani. Tapi ceu Iroh tidak mau. Ceu Iroh lebih memilih  bercerai jika harus ikut suami di Jawa sana. Ceu iroh ingin kembali ke kampung halamannya, kampung Sari Tanjung. 

Jika Cinta itu buta, maka itu benar apa yang dikatakan penyayi dari Malasyia, akhirnya Mang Atam lebih memilih ikut dengan Ceu Iroh karena begitu cintanya kepada Ceu Iroh. Yang sering dia ceritakan kepada teman sesama buruh pabrik bahwa goyangannya Ceu Iroh bisa meluluh lantahkan rudal nuklirnya. 

Bingung dengan kehidupan di kampung membuat mang Atam banyak menghabiskan waktu di rumah, berpikir akan membuat usaha apa disini, atau menjadi petani apa ini. Tapi sebelum mang Atam bingung dengan apa yang harus dilakukannya di kampung Ceu Iroh, Bapaknya Ceu Iroh yang sudah sepuh menawarkan untuk menggantikannya mengurus Kebun yang dimiliki Juragan Sarju bapaknya Lurah Sarno yang waktu itu masih anak-anak berusia 14 tahun. 

Sambil menyelam meminum air, begitulah para pepatah mengatakan. Juragan Sarju yang mempunyai persawahan yang berhektar-hektar dan kebun yang luas menyuruh ceu Iroh untuk bekerja jadi pembantu rumah tangga dan  Mang Atam untuk mengurs perkebunan dan persawahannya. Ceu Iroh Mengurus semua pekerjaan rumah yang sedikit terbengkalai semenjak istrinya meninggal tiga bulan yang lalu. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan itu masih sama

Bulan Oktober biasanya di kota kami adalah musim hujan disertai petir, terkadang angin. Sebagian masyarakat sudah paham saat memasuki awal musim penghujanan, mereka membersihkan aliran-aliran air yang mampet karena sampah atau dangkal. Tahukan kamu kawan, bulan oktober adalah awalnya benih-benih bayi akan dibuat. Di Desa kami Desa Tanjungsari Barat dan sekitarnya akhir Oktober adalah akhir dari perhajatan, entah itu hajat sunatan anaknya atau pernikahan. Kata orang tua dulu setelah bulan haji lewat itu tandanya orang hajatan akan bermunculan. Biasanya hujan akan turun saat menjelang sore, disertai petir dan angin. Terkadang lebih awal saat setelah adzan Dzuhur berkumandang, setelahnya itu PLN akan mematikan aliran listriknya sampai cuaca kondusif. PLN memang siap siaga dalam hal ini. Apalagi cuaca buruk di bulan Oktober sampai November mereka akan sesering mungkin untuk mematikan aliran listrik. Saat hujan turun, anak-anak akan berlarian keluar rumah, walaupun hujan membaw

Draff

Hai, tak terasa ternyata sudah hampir satu tahun kita tidak berkomunikasi, rasanya seperti ada yang hilang, dan memang hilang. Hilang yang berbeda. Aku bisa melihatmu, aku bisa menemukanmu. Tapi dalam konteks yang berbeda. Susah sekali aku mengutarakan ini dalam sebuah kalimat :(. Baiklah, mungkin ini adalah suratan takdir alias jalan Tuhan untuk kita. Pertemuan yang singkat, Percintaan yang singkat, semuanya singkat. Hal yang aku tidak suka dari diriku adalah hal-hal yang sudah terbiasa setiap harinya, perlahan menghilang. Dan aku bersedih jika sudah seperti itu. Mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan semua perasaan ini adalah hanya satu kata "Rindu" Baiklah, pertama-pertama aku akan membuat surat untukmu melalui blog ku ini, dan berharap kamu membacanya. Semalam, tanpa sengaja aku menemukan photo di galeri ponselku. Aku ingat, waktu itu kita sedang berkomunikasi setelah kita pulang kerja melalui daring Chatting. Kamu mengirimkan photo itu dan mengatakan

CIUMAN PADA HITUNGAN KETIGA

"Aku akan menciummu pada hitungan ketiga," bisik seorang pria ke telinga pacarnya. Perempuan yang dibisiki, memerah pipinya. Ia hanya tersenyum kecil. Mencubit lengan pacarnya itu. "Kamu apaan sih," jawab si perempuan. Ada gelisah yang tertahan disana. "Kamu pernah berciuman sebelumnya?" Yang ditanya bertambah merah mukanya. Ia tidak menjawab tegas. Hanya berseloroh. "Kamu apaan sih..." "Kalau kamu pernah berciuman, pada hitungan keberapa biasanya kamu mulai berciuman?" "Udah ah, masa ngomongin itu terus..." Lalu lelaki itu mulai menghitung. "Satu..." Jantung perempuan serasa berdetak cepat. Mulai gak beraturan. Entah apa yang dia nantikan. Jujur, ini bukan ciuman pertama baginya. Tapi, ketika dilakukan dengan aba-aba. Rasanya deg-degan juga. Ia mendengar dengan seksama suara lelaki itu menghitung. "Dua..." Ah, dadanya terasa mau meledak. Ia gak bisa membayangkan ciuman seperti apa yang