"Aku akan menciummu pada hitungan ketiga," bisik seorang pria ke telinga pacarnya. Perempuan yang dibisiki, memerah pipinya. Ia hanya tersenyum kecil. Mencubit lengan pacarnya itu.
"Kamu apaan sih," jawab si perempuan. Ada gelisah yang tertahan disana.
"Kamu pernah berciuman sebelumnya?"
Yang ditanya bertambah merah mukanya. Ia tidak menjawab tegas. Hanya berseloroh. "Kamu apaan sih..."
"Kalau kamu pernah berciuman, pada hitungan keberapa biasanya kamu mulai berciuman?"
"Udah ah, masa ngomongin itu terus..."
Lalu lelaki itu mulai menghitung. "Satu..."
Jantung perempuan serasa berdetak cepat. Mulai gak beraturan. Entah apa yang dia nantikan. Jujur, ini bukan ciuman pertama baginya. Tapi, ketika dilakukan dengan aba-aba. Rasanya deg-degan juga. Ia mendengar dengan seksama suara lelaki itu menghitung.
"Dua..."
Ah, dadanya terasa mau meledak. Ia gak bisa membayangkan ciuman seperti apa yang akan dilakukan yang diawali dengan aba-aba.
Dalam hati, ia memuji pacarnya kali ini. Biasanya lelaki berusaha mencuri-curi kesempatan untuk mendaratkan ciumanya. Meski harus diakui, ia juga merasakan senang ketika mendapat ciuman yang tiba-tiba dari pacar-pacar sebelumnya.
Tapi lelaki di depannya kali ini benar-benar santai. Ia berterus terang. Akan menciumnya pada hitungan ketiga. Hitungan itu mirip seperti ijin langsung.
Ia menunggu hitungan selanjutnya.
Perempuan itu berfikir, apakah dia harus memejamkan mata pada hitungan ketiga juga? Ah, kalau seperti itu kesannya aku malah minta dicium, bathinnya. Gengsi dong.
Bagaimana jika matanya dibuka begitu saja? Tapi, masa sih, berciuman dilakukan dengan mata melotot?
"Dua setengah..."
Kurang ajar. Kenapa harus ada setengah segala sih? Dada perempuan itu makin berdetak cepat. Desirnya terasa sampai ke leher.
"Dua tiga perempat..."
Hhhmm, ini kapan ciumannya?
"Dua empat perlima. Dua lima perenam..."
Perempuan itu mulai mangkel. Mangkel semangkel-mangkelnya.
"Kenapa harus pakai angka pecahan, sih!?," katanya dengan suara agak tinggi.
Mendengar suara protes pacarnya, lelaki itu kaget. Konsentrasinya buyar. Ia terpaksa harus menghitung dari awal lagi...
Komentar
Posting Komentar