Langsung ke konten utama

Kakekku

Entah kenapa tiba-tiba gue inget kakek gue yang sudah tua. Mungkin karena tadi siang setelah makan gue melihat seorang kakek-kakek merokok sambil minum kopi dipinggangnya terselip golok dan itu  mengingatkan gue pada sosok kakek bapaknya nyokap sewaktu masih terlihat kuat dulu.

Maklum beberapa bulan ini kesehatan beliau sudah sedikit terganggu dan sering terdengar keluhan-keluhan yang memang dirasakan oleh para lansia. Tenaganya yang dulu kuat bagaikan ksatria baja hitam kini perlahan mengendur seperti ultraman kehilangan kekuatan dan bunyi sirene di dadanya mengaung-mengaung. Oke ini lebay. Dan suatu ketika gue lupa tanggal berapa, malam itu kakek yang memang kesehatanya belum kunjung sembuh tiba-tiba kambuh ditengah malam. Beliau berjalan dari rumahnya yang memang tetanggaan dengan rumah orang tua gue. Kakek mengetuk pintu meminta pindah tidur. Iyak, beliau merasakan kesepian dan meminta tidur  bareng anak dan cucunya. Malam itu nyokap dan bokap gantian sama gue jagain kakek.

Semenjak meninggalnya nenek, kakek gue tidak menikah lagi walau banyak nenek-nenek janda yang masih naksir dan ingin dipersunting oleh kakek gue. Maklum kakek gue waktu mudanya mirip gue, ganteng dan banyak ditaksir cewek. *ini sangat berlebihan* walaupun sudah kakek-kakek dan duda, beliau masih ada beberapa nenek-nenek yang naksir kakek gue, Tapi beliau tidak meladeni nenek-nenek genit itu, selain memang gue larang kakek untuk menikah lagi sepeninggalnya nenek.

Gue semenjak kecil umuran 1 tahun sampai usia 15 tahun tinggal dirumah kakek. Kakek dan neneklah yang merawat gue sedari kecil sampai gue SMP kelas tiga. Maklum gue cucu pertama. Keseharian gue dimasa kecil banyak dihabiskan dengan kakek. Kakek ke sawah, gue pun ikut ke sawah, walau tidak membantunya mencangkul atau memanggul padi tapi gue cukup senang dengan bermain sendirian dan berlari-lari mengejar burung yang memang banyak ditemukan dipesawahan. Beliau lah yang membuatkan mainan tradisional supaya gue betah bermain di sawah. Dari mulai mainan Pedang-pedangan yang terbuat dari kayu, panggal atau yang lebih kita kenal sebagai gangsing terbuat dari kayu, semuanya kakek gue yang membuat, kakek memang mahir membuat kerajinan tangan, bahkan saat santai beliau sering membuat pengki alat untuk menampung sampah yang disapu lalu dijualnya ke tetangga dan teman-temannya. Kakek juga yang membuatkan Bandring, sejenis pistol yang pelurunya dari batu. Beliau membuatkan itu supaya gue tidak cape berlarian mengejar burung. Cukup dibuatkan bandring lalu membidiknya. Kalau burung terkena dan kalau meninggal gue suruh nenek untuk memasaknya. Iyak, sebelum dan setelah sekolah dasar gue dan kakek selalu bersama saat beliau ke sawah atau kebun milik majikannya. Gue selalu diajak. Sebelum gue punya sepeda, gue selalu menumpang di sepeda kakek. Joknya terbuat dari besi jadi kalau jalannya jelek, pantat gue harus sedikit diangkat biar si besi jok sepedanya tidak beradu sama tulang pantat gue. Akhirnya karena kasihan beliau memasang kain yang sudah tidak terpakai untuk dipasang di jok besi sepedanya, maklum cucu pertama harus banyak dimanja. Katanya.



Pada masa itu model rambut berkiblat ke artis-artis mandarin, mungkin teman-teman yang lahir pada tahun 90an kenal sama Andy Lau, JetLi atau yang popular Jimmy Lin, modelnya belah tengah yang melegenda itu. Nah, gue termasuk mengikuti tren tersebut. Dan kakek gue lah yang selalu mengantar ke tukang cukur langgannya buat potong rambut gue. Gue dulu sering menangis kalau ke tukang potong rambut langganan kakek, bukan takut sama tukang potongnya, tapi lebih takut ke peralatan potong rambut. Dulu terkenal banget sama yang namanya gunting kuya. Bentuknya tidak seperti kuya (penyu) sih, tapi orang-orang menyebutnya gunting kuya. Saat gunting itu mendarat di kepala untuk memotong, sakitnya itu luar biasa seperti rambut ditarik-tarik dan gue takut kulit kepala gue terbawa. Gue dulu cukup trauma dengan gunting kuya ini. Setelah selesai pemotongan ada sesi akhir untuk pembersihan rambut. Peralatan yang digunakan adalah pisau yang cukup tajam yang membuat jantung gue berdenyut kencang. Anak-anak tahun 90an pasti tahu tuh pisau cukur itu. Setiap mau di potong rambut gue selalu ditemani kakek. Dan kakek jugalah yang suka menghibur gue saat gunting kuya dan pisau cukur itu mendarat manis dikepala gue.

“De, dulu kamu sering di gendong kakek saat kamu kecapean dan tertidur di saung (tempat istrahat kalau kita sedang dipesawahan) setelah seharian bermain”. Ujar kakek gue disuatu siang diteras rumah.  Matanya menerawang mengingat gue kecil dan tidak berkumis.

“Kamu waktu kecil cengeng jika mainan yang dibuatkan kakek hilang atau rusak”. Kakek gue melanjutkan ceritanya.

Entah saat itu gue harus bahagia atau sedih. Tapi yang gue rasakan gue ingin menangis mengingat masa-masa indah waktu kecil gue bersama kakek.

Kakek sewaktu gue kecil beliau hanyalah penjaga Pabrik Penggiling Padi orang sunda menyebutnya Heleuran. Dia selalu jaga malam dan tertidur di pabrik beras itu, pulangnya setelah Shubuh. Kalau siang kakek gue ke sawah miliknya yang tidak seberapa petak, tapi cukup untuk menghidupi nenek dan gue yang suka ikut nimbrung makan sehari-harinya.

Begitulah kesehariannya, sampai suatu ketika nenek dipanggil yang Maha Kuasa karena penyakit yang tidak kunjung sembuh. Kakek gue memutuskan untuk berhenti dari pekerjaanya dan memilih beralih profesi jadi centeng tebu. Sampai akhirnya kesehatan dan usia yang sudah tidak muda lagi membuat kakek pensiun dari pekerjaan jadi centeng tebu.

Disetiap selang waktu saat kita berdua duduk bersama sambil menikmati kopi hitam dan menghisap rokok. Kakek gue selalu menceritakan tentang masa kecil gue dan cerita tentang nenek. Gue tahu kalau kakek begitu sayang dan cinta kepada nenek, gue ingat betul saat kakek mendapatkan uang/gaji, penghasilannya itu selalu diberikan semuanya kepada nenek , kakek tidak pernah memegang uang sepeserpun dia hanya menerima pemberian nenek se dikasihnya untuk beli rokok. Saat nenek ngomel-ngomelpun atau sedang bertengkar kakek tidak pernah menjawab, beliau selalu mendengarkan atau memilih keluar rumah dan tidak meladeni nenek gue yang ngomel-ngomel tidak karuan. Ya begitulah sosok kakek gue, disaat kecil orang lain dekat dengan Ayah atau Ibunya, gue malah lebih dekat dengan kakek dan nenek. Makanya saat gue dewasa, gue jarang sekali ngobrol bersama Ayah bercerita tentang waktu mudanya atau hal-hal lain yang selalu dibicarakan seorang anak kepada ayahnya ataupun sebaliknya. Gue agak canggung saat berbicara dengan Bokap, gue lebih terbuka soal apapun ke kakek. Baik soal asmara ataupun soal pekerjaan.

Kakek sekarang sering sakit-sakitan, mungkin karena kesepian dihari tuanya, cucu-cucunya yang dekat hanya gue, yang lain selain masih pada kecil juga memang kurang dekat dengan kakek.
Gue berharap saat gue menikah nanti, kakek gue masih hidup sehat dan tentunya bisa melihat anak gue, menggendongnya ataupun membuatkan mainan seperti gue dulu dibuatkan oleh beliau. Atau perlu anak gue kelak diajaknya bermain ke sawah, berlarian mengejar burung dan tertidur di saung saat kecapean.

Akhirnya semoga doa dan harapan gue terkabul. Kakek sehat dan bisa seperti dulu, mengajak bercerita ke masa lalu dan menceritakan keindahan-keindahan alam yang masih hijau

I Love U Kakek Sajab …….




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan itu masih sama

Bulan Oktober biasanya di kota kami adalah musim hujan disertai petir, terkadang angin. Sebagian masyarakat sudah paham saat memasuki awal musim penghujanan, mereka membersihkan aliran-aliran air yang mampet karena sampah atau dangkal. Tahukan kamu kawan, bulan oktober adalah awalnya benih-benih bayi akan dibuat. Di Desa kami Desa Tanjungsari Barat dan sekitarnya akhir Oktober adalah akhir dari perhajatan, entah itu hajat sunatan anaknya atau pernikahan. Kata orang tua dulu setelah bulan haji lewat itu tandanya orang hajatan akan bermunculan. Biasanya hujan akan turun saat menjelang sore, disertai petir dan angin. Terkadang lebih awal saat setelah adzan Dzuhur berkumandang, setelahnya itu PLN akan mematikan aliran listriknya sampai cuaca kondusif. PLN memang siap siaga dalam hal ini. Apalagi cuaca buruk di bulan Oktober sampai November mereka akan sesering mungkin untuk mematikan aliran listrik. Saat hujan turun, anak-anak akan berlarian keluar rumah, walaupun hujan membaw

Draff

Hai, tak terasa ternyata sudah hampir satu tahun kita tidak berkomunikasi, rasanya seperti ada yang hilang, dan memang hilang. Hilang yang berbeda. Aku bisa melihatmu, aku bisa menemukanmu. Tapi dalam konteks yang berbeda. Susah sekali aku mengutarakan ini dalam sebuah kalimat :(. Baiklah, mungkin ini adalah suratan takdir alias jalan Tuhan untuk kita. Pertemuan yang singkat, Percintaan yang singkat, semuanya singkat. Hal yang aku tidak suka dari diriku adalah hal-hal yang sudah terbiasa setiap harinya, perlahan menghilang. Dan aku bersedih jika sudah seperti itu. Mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan semua perasaan ini adalah hanya satu kata "Rindu" Baiklah, pertama-pertama aku akan membuat surat untukmu melalui blog ku ini, dan berharap kamu membacanya. Semalam, tanpa sengaja aku menemukan photo di galeri ponselku. Aku ingat, waktu itu kita sedang berkomunikasi setelah kita pulang kerja melalui daring Chatting. Kamu mengirimkan photo itu dan mengatakan

CIUMAN PADA HITUNGAN KETIGA

"Aku akan menciummu pada hitungan ketiga," bisik seorang pria ke telinga pacarnya. Perempuan yang dibisiki, memerah pipinya. Ia hanya tersenyum kecil. Mencubit lengan pacarnya itu. "Kamu apaan sih," jawab si perempuan. Ada gelisah yang tertahan disana. "Kamu pernah berciuman sebelumnya?" Yang ditanya bertambah merah mukanya. Ia tidak menjawab tegas. Hanya berseloroh. "Kamu apaan sih..." "Kalau kamu pernah berciuman, pada hitungan keberapa biasanya kamu mulai berciuman?" "Udah ah, masa ngomongin itu terus..." Lalu lelaki itu mulai menghitung. "Satu..." Jantung perempuan serasa berdetak cepat. Mulai gak beraturan. Entah apa yang dia nantikan. Jujur, ini bukan ciuman pertama baginya. Tapi, ketika dilakukan dengan aba-aba. Rasanya deg-degan juga. Ia mendengar dengan seksama suara lelaki itu menghitung. "Dua..." Ah, dadanya terasa mau meledak. Ia gak bisa membayangkan ciuman seperti apa yang