Ingatkah kamu, saat Jarak mengetukkan palu perpisahan kita? Aku
yakin kamu masih ingat. Karena beberapa saat sebelum palu itu
diketukkan, kau mengusapkan air matamu di bahuku, memeluk erat tubuhku,
menggenggam kuat tanganku. Ya…. perpisahan itu memang bukan keinginan
kita, itu semua keinginan Jarak, sang Hakim.
Tahukah kamu?
Setelah kita resmi dipisahkan oleh Jarak, aku mempunyai teman baru. Dia
datang padaku, memperkenalkan diri sambil tersenyum dan menyipitkan kedua matanya manja, “Hai, namaku Sepi ^^”, katanya. “Hmmm…. Nama yang lucu…”, pikirku.
Singkat cerita, aku dan sepi pun mulai berteman akrab, atau bisa
dibilang kami bersahabat. Hingga akhirnya aku sampai pada fase dimana
aku merasa tak bisa hidup tanpa Sepi. Tapi aku masih yakin, ini bukan
cinta. Aku tak mungkin mencintai Sepi, aku tahu aku mencintaimu, sangat.
Tapi, maafkan aku, kekasih. Karena tanpa kusadari, hubunganku dengan
Sepi menjadi semakin intim. Aku memeluknya, mencumbunya, dan bercinta
dengannya tiap malam, ya…. setiap malam. Dan kini aku tahu bahwa air
mata adalah orgasme terkejam saat aku bercinta dengannya.
Yang
aku heran, sepi langsung melahirkan anak, hanya beberapa detik setiap
kali kami selesai bercinta, setiap malam. Dan kamu pasti tahu berapa
malam aku tanpamu, sebanyak itulah aku bercinta dengan sepi, sebanyak
itulah anak-anak yang dilahirkan sepi dariku. Ya… anak Sepi terlalu
banyak, tak mungkin aku menghafal nama-nama mereka.
Tahukah kamu? Mereka semua kunamai Rindu… (25 September 2011)
Komentar
Posting Komentar